Si Pendaki
(by Ms. Derma)
Tahun lalu sebelum pandemi Covid melanda, saya dan beberapa siswa berencana mendaki ke Gunung Padang. Saat membicarakan hal itu banyak sekali yang antusias ingin segera mendaki, tapi tidak sedikit juga yang mengatakan tidak mau ikut karena pasti akan kelelahan.
Singkat cerita, kami berangkat ke Gunung Padang sore itu bersama 10 orang siswa. Di awal perjalanan, semua sangat bersemangat jalan sambil menikmati pemandangan di kiri dan kanan. Sesekali kami mengabadikan momen lewat kamera handphone.
Di tengah perjalanan sudah mulai kelihatan indahnya Pantai Padang, namun ada yang mengeluh kelelahan, merasa tidak sanggup dan mau berhenti di situ saja. Dia merasa cukup puas memandang dari tempatnya berdiri saja, tanpa harus menyelesaikan pendakiannya ke atas. Lalu anak yang lain menyemangati “ayo, sebentar lagi sampai”. Dan dia pun ikut kembali bersama kami meskipun dengan sangat lambat.
Wah, akhirnya kami sampai di atas Gunung Padang (Makam Siti Nurbaya). Anak-anak sangat terkagum melihat hamparan laut dan pemandangan kota Padang. Mereka bersorak dan mengatakan lebih indah memandang dari puncak Gunung Padang daripada di tengah perjalan tadi. Perjalan kami ini mengingatkan saya tentang kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan dan kemampun untuk mengatasinya atau bahasa asingnya disebut Adversity Quotient (AQ).
Memiliki IQ, EQ, dan SQ saja tidak cukup, namun kita memerlukan AQ untuk mencapai kesuksesan. Kita dilahirkan dengan satu dorongan inti manusiawi untuk terus mendaki. Mendaki yang dimaksud adalah menggerakkan tujuan hidup ke depan. Ada tiga tipe manusia menurut AQ, yaitu:
Mereka Yang Berhenti (Quiters)
Mereka yang Berkemah (Campers)
Para Pendaki (Climbers)
Mereka Yang Berhenti (Quitters)
Tak diragukan lagi, ada banyak orang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti. Mereka ini disebut Quitters atau orang-orang yang berhenti. Mereka menghentikan pendakian. Mereka menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung Mereka mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan dorong.in inti yang manusiawi untuk Mendaki dan dengan demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan.
Mereka yang Berkemah (Campers)
Kelompok individu yang kedua adalah Campers atau orang orang yang berkemah Mereka pergi tid. berapa jauh, lalu berkata, "Sejauh ini sajalah saya mampu mendaki (atau ingin mendaki)" Karena bosan, mereka mengakhiri Pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka memilih untuk menghabiskan sisa-sisa hidup mereka dengan duduk di situ
Berbeda dengan Quitters, Campers sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan Pendakian itu Mereka telah mencapai tingkat tertentu Perjalanan mereka mungkin memang mudah, atau mungkin mereka telah mengorbankan banyak hal dan telah bekerja dengan rajin untuk sampai ke tempat di mana mereka kemudian berhenti Pendakian yang tidak selesai itu oleh sementara orang dianggap sebagai "ke suksesan" Ini merupakan pandangan keliru yang sudah lazim bagi mereka yang menganggap kesuksesan sebagai tujuan yang harus dicapai, jika dibandingkan dengan perjalanannya Namun demikian, meskipun Campers telah berhasil mencapai tempat perkemahan, mereka tidak mungkin mempertahankan keberhasilan itu tanpa melanjutkan Pendakiannya Karena, yang dimaksud dengan Pendakian adalah pertumbuhan dan perbaikan seumur hidup pada diri seseorang.
Para Pendaki (Climbers)
Climber, atau si pendaki, adalah sebutan saya untuk orang yang seumur hidup membak ikan dirinya pada Pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, dia terus Mendaki. Dia seperti kelinci pada iklan baterai Energizer" di pegunungan. Climber adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental, atau hambatan lainnya menghalangi Pendakiannya.
Nah, dari cerita perjalanan kami tadi kita bisa melihat siapa yg memiliki tipe quitters, campers, dan climbers. Dan kita akan bahas di artikel berikutnya.
| Source : Adversity Quotient by Paul G. Stoltz, P.hD |